Artikel Pondok Jamil

Pondok Jamilurahman

LARANGAN RIBA DARI AL QURAN DAN AL HADITS

Abu Bassam | Rabu, 26 Agustus 2015 - 13:23:35 WIB | dibaca: 43104 pembaca

ilustrasi

Umat Islam dilarang mengambil riba apa pun jenisnya. Larangan supaya umat Islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari beberapa surat dalam al-Quran dan hadits Rasulullah  Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Larangan Riba dalam al-Quran
 
Larangan riba yang terdapat dalam al-Quran tidak diturunkan sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap.
Tahap pertama. 
Al-Quran menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zhahirnya seolah-olah menolong pihak yang membutuhkan sebagai suatu perbuatan taqarrub kepada Allah Ta'ala. Disebutkan dalam surat Al-Rum ayat 39.
Tahap kedua.
Riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk. Allah Ta'ala mengancam memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. Disebutkan dalam surat Al-Nisa ayat 160-161.
Tahap ketiga.
Riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa tersebut. Disebutkan dalam surat Ali Imran ayat 130.
Ayat ini turun pada tahun ke-3 Hijriyah. Secara umum ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat-ganda bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba (artinya bukan berarti jika bunga berlipat ganda disebut riba, tetapi jika kecil bukan riba), tetapi merupakan sifat umum dari praktek pembungaan uang pada saat itu. 
Demikian juga ayat ini harus dipahami secara berkesinambungan dengan ayat 278-279 dari Surat al-Baqarah yang turun pada tahun ke-9 Hijriyah.
Tahap terakhir.
Allah Ta'ala dengan jelas dan tegas mengharamkan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba. Disebutkan dalam surat Al-Baqarah:278-279.
Ayat ini baru akan sempurna pemahamannya jikalau dicermati bersama asbabun nuzulnya. Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari, meriwayatkan bahwa
 “Kaum Tsaqif, penduduk kota Thaif, telah membuat suatu kesepakatan dengan Rasulullah  Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa semua utang mereka, demikian juga piutang (tagihan) mereka yang berdasarkan riba agar dibekukan dan dikembalikan hanya pokoknya saja. Setelah Fathul Makkah, Rasulullah menunjuk Itab bin Usaid sebagai Gubernur Makkah yang juga meliputi kawasan Thaif sebagai daerah administrasinya. Adalah Bani Amr bin Umair bin Auf yang senantiasa meminjamkan uang secara riba kepada Bani Mughirah. Sejak zaman jahiliyah Bani Mughirah senantiasa membayarnya dengan tambahan/riba. Setelah kedatangan Islam, mereka tetap memiliki kekayaan dan aset yang banyak. Maka datanglah Bani Amr untuk menagih utang dengan tambahan (riba) dari Bani Mughirah —seperti sediakala— tetapi Bani Mughirah, setelah memeluk Islam, menolak untuk memberikan tambahan (riba) tersebut. Kasus ini kemudian dilaporkan kepada Gubernur Itab bin Usaid. Menanggapi masalah ini Gubernur Itab langsung menulis surat kepada Rasulullah  Shallallahu 'alaihi wa sallam dan turunlah ayat di atas. Rasulullah  Shallallahu 'alaihi wa sallam lantas menulis surat balasan kepada Gubernur Itab 'jikalau mereka ridha dengan ketentuan Allah di atas maka itu baik, tetapi jikalau mereka menolaknya maka kumandangkanlah ultimatum perang kepada mereka.’” (Tafsir al-Thabari, VI/33)
 
Larangan Riba dalam al-Sunnah
 
Pelarangan riba dalam Islam tak hanya merujuk pada al-Quran melainkan juga al-Hadits. Sebagaimana posisi umum hadits yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang telah digariskan melalui al-Quran, pelarangan riba dalam hadits lebih terinci. Banyak hadits yang menguraikan masalah riba. Di antaranya adalah:

أَخْبَرَنِي عَوْنُ بْنُ أَبِي جُحَيْفَةَ قَالَ رَأَيْتُ أَبِي اشْتَرَى حَجَّامًا فَأَمَرَ بِمَحَاجِمِهِ فَكُسِرَتْ فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الدَّمِ وَثَمَنِ الْكَلْبِ وَكَسْبِ الأَمَةِ وَلَعَنَ الْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ وَآكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَلَعَنَ الْمُصَوِّرَ

Diriwayatkan oleh Aun bin Abi Juhaifa, “Ayahku membeli seorang budak yang pekerjaannya membekam (mengeluarkan darah kotor dari tubuh), ayahku kemudian memusnahkan peralatan bekam si budak tersebut. Aku bertanya kepada ayah mengapa beliau melakukannya. Ayahku menjawab, bahwa Rasulullah  Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang untuk menerima uang dari transaksi darah, anjing, dan kasab budak perempuan, beliau juga melaknat pekerjaan pembuat tato dan yang minta ditato, menerima dan memberi riba serta beliau melaknat para pembuat gambar.” (Shahih al-Bukhari no. 2084 kitab Al-Buyu’)

حَدَّثَنَا عَبْدُالرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ رَضِي اللَّه عَنْهم قَالَ نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْفِضَّةِ بِالْفِضَّةِ وَالذَّهَبِ بِالذَّهَبِ إِلا سَوَاءً بِسَوَاءٍ وَأَمَرَنَا أَنْ نَبْتَاعَ الذَّهَبَ بِالْفِضَّةِ كَيْفَ شِئْنَا وَالْفِضَّةَ بِالذَّهَبِ كَيْفَ شِئْنَا

Diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Abu Bakr bahwa ayahnya berkata, “Rasulullah  Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang penjualan emas dengan emas dan perak dengan perak kecuali sama beratnya, dan membolehkan kita menjual emas dengan perak dan begitu juga sebaliknya sesuai dengan keinginan kita." (Shahih al-Bukhari no. 2034, kitab Al-Buyu’)

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلا بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِي فِيهِ سَوَاءٌ

Diriwayatkan oleh Abu Said Al Khudri bahwa Rasulullah  Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, bayaran harus dari tangan ke tangan (cash). Barangsiapa memberi tambahan atau meminta tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan denga riba. Penerima dan pemberi statusnya sama (berdosa)." (Shahih Muslim no. 2971, dalam kitab Al-Masaqqah) 

عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

Jabir berkata bahwa Rasulullah  Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, "Mereka itu semuanya sama." (Shahih Muslim no. 2995, kitab Al-Masaqqah).
 
رَوَى الْحَاكِمُ عَنِ ابْنْ مَسْعُوْد أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ: الرِّباَ ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَاباً أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ

Al Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas`ud, bahwa Nabi  Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Riba itu mempunyai 73 pintu (tingkatan), yang paling rendah (dosanya) sama dengan seseorang yang melakukan zina dengan ibunya!”

Wallahu a'lam

sumber: Majalah FATAWA Vol IV No 08



Berita Terkait